Setelah ini, tugas berikut akan menunggu, menjuarai SEA Games di kandang sendiri, tahun depan! Sudah lama rasanya gelar ini kita rindukan! Tahap berikutnya adalah lolos ke Olimpiade dan dengan kepala tegak hadir di kawasan Asia (sekali lagi Asia, bukan sekadar Asia Tenggara!) sebagai kekuatan yang disegani.
Mungkinkah? Kita harapkan begitu.
Sambil menunggu hasil pertandingan, saya ingin mengajak anda semua untuk “flashback“, mengenang kembali kemampuan Tim Nasional Merah Putih ketika masih dianggap sebagai salahsatu “superpower” di kawasan Asia. Sudah terlalu lama memang, tapi mudah-mudahan sekarang ini kita bersama akan menyaksikan kebangkitannya kembali.
Nation Character Building
Slogan ini diteriakkan Bung Karno (BK) yang percaya bahwa melalui olahraga akan mampu membangun karakter Bangsa. Nasionalisme akan hadir dengan sendirinya kalau prestasi olahraga membanggakan. Pengembangan olahraga ke arah prestasi mendapat perhatian khusus. Semua atlit menjadi anak emas negara dan mendapat kemudahan untuk langsung bertatap muka dengan Presidennya. Di masa inilah kejayaan bulutangkis Indonesia dimulai.Sepakbola sebagai olahraga terpopuler, mendapat perhatian secara khusus. Dalam perbincangannya dengan presiden Yugoslavia, Josef Broz Tito, BK mengutarakan niatnya untuk mendatangkan pelatih yang berkualitas untuk timnas Indonesia. Gayung bersambut dan Tito mengirimkan Antun Pogačnik yang kemudian dikenal sebagai Tonny Pogacnik atau Toni Poganik ketika sudah bernaturalisasi menjadi WNI.
Tonny Pogacnik
Lahir di Sarajevo (sekarang Kroasia), 1913 sempat berkarier di timnas Yugoslavia sebagai gelandang bertahan (1937-1941) sebelum cedera engkel memaksanya mundur.
Tahun 1954 Tony tiba di Indonesia dan segera melihat bahwa pemain-pemain Indonesia berpostur kecil dan pendek (untuk ukuran Eropa). Karena itu, permainan harus ditekankan pada kecepatan reaksi dan kerjasama, bukan individual. Tony berpendapat bahwa sebaiknja pemain-pemain Indonesia menghindarkan diri dari permainan keras, karena keterbatasan fisik itu. Tentang kecepatan yang biasanya berhubungan dengan postur tubuh, menurutnya tidak menjadi masalah, sebab dalam sepakbola “yang penting siapa yang lebih dulu dalam jarak 5 meter, bukan adu lari 100 meter“.
Cobaan pertama berupa Asian Games 1954 di Manila, dilalui dengan cukup baik. Di penyisihan grup Indonesia mencukur India dengan 4-0 dan menggusur Jepang 5-3. Di semifinal langkah terhenti karena kalah oleh China (yang kemudian memperoleh emas) 2-4. Pada perebutan medali perunggu kembali Indonesia gagal oleh Birma 4-5.
Bagaimanapun prestasi sebagai peringkat 4 Asian Games tidak terlalu mengecewakan bukan?
Olympiade, Melbourne 1956
Indonesia langsung bermain di perempat final (babak knock out) karena lawan pertamanya, Vietnam (bersama Mesir, Taiwan dan Turki) memboikot Olimpiade karena Invasi Uni Sovyet ke Hungaria 1955. Lawan diperempat final ini adalah Uni Sovyet yang di babak penyisihan menundukkan Jerman 2-1. Uni Sovyet yang di favoritkan jadi juara dan diperkuat kiper legendaris mereka Lev Yashin. Pertandingan dilaksanakan di stadion utama Melbourne, 10 ribu penonton, 29 November 1956. Tidak ada seorangpun yang menduga bahwa “si Daud” Indonesia mampu menahan “Goliath” Sovyet dengan 0-0. Karena waktu itu belum dikenal perpanjangan waktu dan adu pinalti, pertandingan diulang 2 hari kemudian, dan Indonesia yang belum pulih harus menyerah 0-4.
(Sovyet kemudian menjadi juara dan merebut medali emas setelah mengalahkan Bulgaria 2-1 di semi final dan Yugoslavia 1-0 di final. Satu-satunya lawan yang mampu memaksa Sovyet harus bermain 2 kali, hanya Indonesia!)
Asian Games, Tokyo 1958
Indonesia mengawali langkahnya di penyisihan grup dengan mengalahkan India dan Birma masing-masing dengan skor 2-1. Diperempat final bertemu Filipina yang tanpa kesulitan dibantai 4-0. Di semi final Indonesia kembali gagal oleh lawan yang sama China 0-1. Perebutan medali perunggu kali ini dimenangkan Indonesia 4-1 atas India.
Inilah satu-satunya medali yang pernah didapat Timnas Sepakbola Indonesia di kancah Asian Games, sampai sekarang!
Penyisihan Piala Dunia, 1958
Ketika itu jatah Asia dan Afrika ke Piala Dunia 1958 hanya 1 negara. Indonesia bergabung di grup 1 bersama RRC dan Hongkong (yang mengundurkan diri karena ogah bermain di Peking). Di Jakarta Timnas menyapu RRC 2-0 dan kalah 3-4 di Peking. Kalau pertandingan ini dilakukan sekarang, Indonesia lolos karena selisih gol. Tapi waktu itu belum ada peraturan itu, dan harus dilakukan tie-off di Rangoon yang berakhir 0-0. Indonesia akhirnya lolos juga ke babak berikut karena dianggap lebih agresif.
Babak Kedua tersisa 4 negara yang juga harus bertanding secara ‘home and away‘: Israel, Sudan, Mesir dan Indonesia. Indonesia, Mesir dan Sudan beramai-ramai mengundurkan diri karena tidak bersedia melawan Israel. Israel melenggang ke Piala Dunia, tanpa bertanding!
Menjadi tuan rumah Asian Games, 1962
Pada 8 Pebruari 1960 BK menancapkan tiang pancang pertama Stadion Utama sebagai tanda dimulainya pembangunan Kompleks Olahraga Senayan. Stadion dengan atap temu gelang berkapasitas 100 ribu penonton (terbesar ke 2 di dunia setelah Maracana, Brasil) selesai sempurna pada Juli 1962,tepat sebulan sebelum Asean Games dibuka.

Stadion Utama GBK, dalam pembangunan (sumber: gelorabungkarno.blogspot.com)
Dibangun agar menjadi saksi bagi kejayaan olahragawan Indonesia, khususnya Tim Nasional Sepakbola untuk meraih medali Emas Asian Games 1962! Mengingat prestasi timnas sebelumnya, harapan ini bukan harapan kosong. Sangat membumi!. Berintikan pemain asal Persib Bandung yang ketika itu menguasai pentas nasional: Jus Etek (kiper), Fattah Hidayat (gelandang, playmaker), Omo Suratmo dan Wowo Sungkowo (striker). Uji coba pertama dilalui kurang memuaskan, kalah 1-2 dari Persija (Media ramai mengkritik, tapi Tonny cuek bebek “Ah, saya puas kok, kan baru uji coba?” kira-kira begitu ujarnya. Uji coba berikutnya melawan timnas Yugoslavia (perempat finalis Piala Dunia 1958 dan Medali Emas Olimpiade Roma 1960) berakhir dengan 3-3.
(Harapan siapa yang tidak melambung keawang-awang melihat kondisi ini?)
Tapi kenyataan berbicara lain.Skandal Senayan, 1962
Adalah seorang Maulwi Saelan, yang kiper dan kapten timnas yang pertama mencium bau tak sedap adanya suap yang diterima teman-temannya seusai pertandingan melawan Yugoslavia itu. Akhirnya seluruh tim diperiksa, termasuk wasit dan Tonny Pogacnik. Tonny lolos karena tidak terbukti, tapi 18 pemain tertangkap basah dan di skors seumur hidup (BK kemudian memberi keringanan jadi 8 bulan saja)
Sepakbola di Asian Games 1962, di kandang sendiri, dan dengan harapan melambung, berakhir dengan antiklimaks. Indonesia dengan sisa pemain yang ada, harus kalah 2-3 dari Malaya dan tersingkir di babak awal.
Epilog
Setelah itu prestasi timnas terus merosot. Di Ganefo 1963 (event olahraga ciptaan BK karena Indonesia dihukum IOC dilarang ikut Olimpiade Tokyo 1964), timnas yang sama hanya mampu ke perempat final. Di Asian Games Bangkok 1966, pasukan sisa didikan Tonny masih mampu ke babak 6 besar.
Sayang pada waktu itu Indonesia tidak mengikuti event Piala Asia, sehingga tidak ada jejak emas timnas di sana.
Sayang juga bahwa pada waktu itu, olahraga terlalu dibebani oleh kepentingan politik.
0 komentar: on "Jejak Emas Timnas Sepakbola dan Skandal Senayan"
Posting Komentar